Kamis, 25 Juni 2015

Sejarah dan anggota Asean

 Asean


 asean
sejarah Asean
seperti kita ketahui bahwa ASEAN didirikan oleh lima negara pemrakarsa, dimana salah satunya adalah Negara kita Indonesia Beserta Negara lain seperti , Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok melalui Deklarasi Bangkok. Menteri luar negeri penanda tangan Deklarasi Bangkok kala itu ialah Adam Malik (Indonesia), Narsisco Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand).

  1. Asapun Isi Deklarasi Bangkok adalah sebagai berikut: Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara
  2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional
  3. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi
  4.  Memelihara kerja sama yang erat di tengah - tengah organisasi regional dan internasional yang ada
  5. Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian di kawasan Asia Tenggara

Brunei Darussalam menjadi anggota pertama ASEAN di luar lima negara pemrakarsa. Brunei Darussalam bergabung menjadi anggota ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984 (tepat seminggu setelah memperingati hari kemerdekaannya). Sebelas tahun kemudian, ASEAN kembali menerima anggota baru, yaitu Vietnam yang menjadi anggota yang ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. Dua tahun kemudian, Laos dan Myanmar menyusul masuk menjadi anggota ASEAN, yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja berencana untuk bergabung menjadi anggota ASEAN bersama dengan Myanmar dan Laos, rencana tersebut terpaksa ditunda karena adanya masalah politik dalam negeri Kamboja. Meskipun begitu, satu tahun kemudian Kamboja akhirnya bergabung menjadi anggota ASEAN yaitu pada tanggal 16 Desember 1998. Setelah kesemua negara di Asia Tenggara bergabung dalam wadah ASEAN, sebuah negara kecil di tenggara Indonesia yang tak lain dan tak bukan juga pecahan dari Indonesia yaitu Timor Leste memutuskan untuk ikut bergabung menjadi anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara, meskipun keanggotaannya belum dipenuhi.
Kerja sama ini tidak hanya mencakup bidang ekonomi saja tetapi juga ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan dan informasi, pembangunan serta keamanan dan kerja sama transnasional lainnya.

Tujuan Berdirinya ASEAN

  1. Adapun tujuan ASEAN sebagai organisasi regional adalah sebagai berikut :Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kebudayaan melalui usah-usah bersama berdasarkan semangat kebersamaan, perekutuan, dan hidup damai di kalangan bangsa di Asia Tenggara.
  2. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan saling menghormati keadilan tata tertib hukum dalam hubungan antar negaradi Asia Tenggara.
  3. Meningkatkan kerjasama secara aktif dan saling membantu dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.
  4. Memberikian bantuan satu sama lain dalam fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian di sektor-sektor pendidikan, profesi, teknik, dan administrasi.
  5. Bekerja sama secara efektif dalam memanfaatkan potensi pertanian dan industri, perluasan perdagangan, perbaikan fasilitas-fasilitas komunikasi.

Prinsip Utama ASEAN

  1. Prinsip-prinsip utama ASEAN adalah sebagai berikut:Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesamaan, integritas wilayah nasional, dan identitas nasional setiap negara
  2. Hak untuk setiap negara untuk memimpin kehadiran nasional bebas daripada campur tangan, subversif atau koersi pihak luar
  3. Tidak mencampuri urusan dalam negeri sesama negara anggota
  4. Penyelesaian perbedaan atau perdebatan dengan damai
  5. Menolak penggunaan kekuatan yang mematikan
  6. Kerja sama efektif antara anggota


Anggota ASEAN

Sekarang, ASEAN beranggotakan semua negara di Asia Tenggara. Berikut ini adalah negara-negara anggota ASEAN:
•    Filipina (negara pendiri ASEAN)
•    Indonesia (negara pendiri ASEAN)
•    Malaysia (negara pendiri ASEAN)
•    Singapura (negara pendiri ASEAN)
•    Thailand (negara pendiri ASEAN)
•    Brunei Darussalam bergabung pada (7 Januari 1984)
•    Vietnam bergabung pada (28 Juli 1995)
•    Laos bergabung pada (23 Juli 1997) (Laos dan Myanmar bergabung pada waktu yang sama)
•    Myanmar bergabung pada (23 Juli 1997) (Laos dan Myanmar bergabung pada waktu yang sama)
•    Kamboja bergabung pada (16 Desember 1998)

Perluasan Keanggotaan
Mengingat kepentingan geografis, ekonomis dan politik yang strategis, sejak beberapa tahun belakangan ini, ASEAN telah mencoba menjajaki perluasan anggota kepada negara-negara tetangga di sekitar ASEAN. Berikut ini adalah daftar negara-negara perluasan keanggotaan ASEAN:
•    Bangladesh
•    Palau
•    Papua Nugini
•    Republik China (Taiwan)
•    Timor Leste

ASEAN merupakan bentuk perhimpunan kerja sama negara-negara Asia Tenggara, yang berdirinya dilatar belakangi adanya berbagai persamaan bagi negara-negara Asia Tenggara. Unsur-unsur persamaan itu meliputi:
1. Persamaan keadaan alam atau geografis.
2. Persamaan dasar-dasar kebudayaan
3. Persamaan senasib.

Dari segi geografis, negara-negara Asia Tenggara terletak di antara 2 benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia, dan terletak di antara 2 samudera, yaitu samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan letak yang demikian itu maka ada kesan bahwa negara-negra Asia Tenggara merupakan satu daerah regional yang mudah saling mengadakan hubungan.

Kemudian kalau dilihat dari segi kebudayaan, kawasan Asia Tenggara sama-sama merupakan satu rumpun bahasa Melayu - Austronesia. Ini merupakan unsur budaya yang ada di daerah-daerah Asia Tenggara. Sehingga bahasa pada saat itu bisa menjadi tali pengikat. Selain itu, bangsa-bangsa di Asia Tenggara kebanyakan mengalami masa penjajahan. Justru situasi inilah yang membuka rasa yang sama, sama-sama dijajah dan sama-sama ingin merdeka.

Beberapa persamaan di atas itulah yang telah ikut mendorong munculnya rasa solidaritas bagi bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Dan sebagai bukti adanya rasa kebersamaan dan rasa solidaritas itu maka dibentuklah ASEAN.

Pembentukan ASEAN ini sebenarnya juga sebagai usaha untuk memecahkan beberapa persoalan yang berkembang di Aia Tenggara. Sebagai contoh krisis soal Malaysia atau konfrontasi Malaysia, krisi Sabah, krisis Vietnam yang membawa bahaya komunis di Asia Tenggara. Sehingga kelahiran Asean juga sebagai usaha untuk membendung pengaruh komunisme di Asia Tenggara.

ASEAN kependekan dari Association of South East Asia Nations. Juga dapat dinamakan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara. ASEAN didirikan berdasarkan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi Bangkok ini ditandatangani oleh 5 menteri luar negeri negara-negara di Asia Tenggara, yaitu:
1.    Adam Malik : Menlu Indonesia
2.    S. Rajaratnam : Menlu Singapura
3.    Tun Abdul Razak : Menlu Malaysia
4.    Narsico Ramos : Menlu Filipina
5.    Thanant Koman : Menlu Tahailand/Muangthai.
Negara-negara yang menandatangani Deklarasi Bangkok itu secara resmi langsung menjadi anggota ASEAN. Jadi, anggota ASEAN itu semula ada 5, yaitu: Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand (Muangthai). Kemudian pada tanggal 7 Januari 1984 keanggotaan ini bertambah satu negara lagi, yakni Brunai Darussalam.

  1. Asean merupakan badan kerja sama di bidang ekonomi, sosial, budaya. Bukan merupakan organisasi kerja sama militer. Sehubungan dengan ini maka tujuan ASEAN itu adalah sebagai berikut: Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di negara-negara Asia Tenggara.
  2. Memajukan stabilitas dan perdamaian regional Asia Tanggara.
  3. Memajukan kerjasama dan saling membantu di antara negara-negara ASEAN di bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknik dan administrasi.
  4. Menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas latihan dan penelitian.
  5. Kerja sama yang lebih besar dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, pengangkutan dan komunikasi.
  6. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara.
  7. Memelihara dan meningkatkan kerja sama yang berguna dengan organisasi-organisasi regional dan internasional yang ada.
Perlu diingat, bahwa ASEAN bukanlah organisasi yang bekerjasama dalam bidang militer. Organisasi ini lebih mengutamakan kedamaian.

baca juga Makalah tentang Asean Di Bmc.Net

Kamis, 11 Juni 2015

Sasakala Situ Paténggang

Situ Paténggang


 Situ Paténggang


CINTA mibanda kakuatan nu rohaka. Cinta, merelukeun perjoangan jeung pangorbanan, kalayan disorang ku haté nu ihlas. Najan dipisahkeun ku anggangna tempat, tapi ku cinta mah mo burung jauh dijugjug  anggang ditéang.
Ki Santang jeung Déwi Rengganis, nu ngawiru cinta munggaran. Hiji mangsa manggih cocoba, kudu paturay paanggang tineung. Sanaos kitu, ari ati papada ati mah teu weléh cumantél. Peureum kadeuleu, beunta karasa. Anu ahirna ngajurung duanana pikeun maluruh laratan séwang-séwangan. Déwi Rengganis maluruh laratan Ki Santang, pon pilalagi sabalikna. Patéangan-téangan, tug dugi ka nyaliksik ka tepis wiring.
Cunduk waktu, ninggang mangsa, antukna Déwi Rengganis sareng ki Santang teu burung patepung lawung paamprok jonghok di hiji tempat kalayan disaksian ku  hiji batu gedé, anu kiwari katelahna Batu Cinta.
“Jungjunan buah ati di pawenangan, nyanggakeun raga katineung anu ngancik dina asmara. Jisim abdi téh parantos apruk-aprukan maluruh laratan salira, nanging ihlas, rido, dugi ka ayeuna urang tiasa patepang dibarung haté kebek kabagjaan…” kitu saur Déwi Rengganis.
“Deudeuh teuing, geulis. Akang ogé apan salami ieu téh lumampah tanpa tujuan, éstuning nuturkeun indung suku téh sanés bobohongan. Demi anu diseja, taya deui iwal ti patepang sareng salira. Kiwari akang kacida bungahna, bungah kagiri-giri wiréh urang patepung di ieu tempat…” waler Ki Santang.
Déwi Rengganis sareng Ki Santang silih cacapkeun kasono di luhur batu gedé, batu cinta. Salajengna Ki Santang ngedalkeun pamaksudanana pikeun nyandingkeun Déwi Rengganis. Tangtos baé Déwi Rengganis henteu nampik, sasat tos jadi cita-citana ti kapungkur. Kilang kitu, Déwi Rengganis aya panuhun ka Ki Santang.
Manawi teu kaabotan, jisim abdi téh gaduh kahoyong…”
“Mangga, geulis. Hoyong naon baé, moal burung ditarékahan, pikeun ngabuktikeun cinta akang ka salira…”
“Duh… jungjunan buah haté, jisim abdi téh hoyong dipangdamelkeun  situ sareng parahuna, kanggo urang duaan lalayaran…”
“Situ?”
“Sumuhun, jungjunan…”
“Sumangga, ku akang dipangdamelkeun…”
“Akang Ihlas?”
“Tangtos baé, geulis. Bujeng hingga ukur situ, dalah dipiwarang ngadamel laut ogé, tangtos akang bakal narékahan sakamampuh akang…”
“Hatur nuhun, akang…”
Kocap  Ki Santang anu katelah mibanda kasaktian, langsung ngetrukeun sakur pangabisana.  Ki Santang nénjrag lelemah dibarung ku kakuatan anu rohaka. Bumi inggeung, sarta cai nyusu ngaburial. Cai nyusu ngeueum éta patempatan tug dugi ka jadi situ. Teu hilap, Ki Santang ogé ngadamel parahu, kanggo lalayaran.
Sabada Ki Santang tiasa nohonan pamundut Déwi Rengganis, tangtos baé Déwi
Rengganis ogé henteu sulaya kana jangjina. Ki Santang sareng Déwi Rengganis maheutkeun jangji, meungkeut cinta ku pertikahan.
Kiwari Situ Paténggang kakoncara minangka salahsahiji tujuan wisata Jawa Barat. Naha bet katelah Paténggang? Taya nu terang sacara pasti, da anu écés mah kawitna tina  paténgan. Maksad Paténgan téh nyandak tina lalampahan Ki Santang sareng Déwi Rengganis anu  silih téangan atanapi patéangan-téangan. 
Demi parahu anu didamel ku Ki Santang téa kiwari ngajanggélék jadi  hiji pulo anu perenahna di satengahing situ. Éta pulo téh  kiwari dinamian Pulo Asmara. Tangtos nyandak tina asal muasal parahu, anu dianggo ngumbar asmara ku Déwi Rengganis sareng Ki Santang.
Dumasar tina éta lagénda, kiwari tumuwuh kapercayaan atanapi mitos di sabagéan masarakat. Utama mah aya nu gaduh pamadegan, yén sing saha  baé anu nuju papacangan, bakal lana hubunganana, pami lalayaran di Situ Paténggang. Ku ayana éta mitos, seueur anu wisata ka Situ Paténggang téh disarengan ku bébénéna séwang-séwangan.

Cerita Rakyat Lutung Kasarung

Lutung Kasarung


Lutung Kasarung

Kacaturkeun di nagara Pasir Batang, Prabu Tapa Ageung ti praméswari Niti Suwari kagungan putra tujuh, istri wungkul. Nu kahiji kakasihna Purbararang, nu kadua Purbaéndah, nu katilu Purbadéwata, nu kaopat Purbakancana, nu kalima Purbamanik, nu kagenep Purbaleuwih jeung nu katujuh Purbasari.
Ngaraos parantos sepuh, Prabu Tapa Ageung ngersakeun ngabagawan, badé tatapa di leuweung.
Nu dicadangkeun ngagentos ngeuyeuk dayeuh ngolah nagara téh lain Purbararang putra cikal, tapi bet Purbasari, putra bungsu.
Atuh munasabah baé, Purbararang asa kaunghak. Amarahna teu katahan, asa dihina asa ditincak hulu. Purbasari diusir ti dayeuh dibuang ka Gunung Cupu.
Kacaturkeun di Kahiangan, Guruminda, putra déwata cikalna, titisan Guriang Tunggal, ngimpén gaduh garwa anu sarupa jeung Sunan Ambu. Saur Sunan Ambu, “Jung, geura boro pijodoeun hidep. Aya nu sakarupa jeung Ambu. Tapi…ulah torojogan, anggo heula ieu raksukan…lutung!”
Janggélék Guruminda minda rupa jadi lutung, katelah Lutung Kasarung.
Kocap deui di nagara Pasir Batang. Prabu Tapa Ageung ngersakeun hayang tuang daging lutung. Nya nimbalan Léngsér kudu mentés Aki Panyumpit ngala lutung ka leuweung.
Aki Panyumpit gasik ngasruk leuweung néangan lutung. Tapi dadak sakala, leuweung jadi sepi taya sasatoan. Bororaah sato kayaning peucang jeung lutung, sireum ogé taya nu ngarayap cék wiwilanganana mah.
Aki Panyumpit téh méh pegat pangharepan. Barang rék mulang, dina tangkal peundeuy bet kabeneran manggih lutung keur guguntayangan. Ari rék disumpit, celengkeung téh lutung nyoara: “Éh, Aki, bet kaniaya. Ulah disumpit! Kuring téh rék ngaku bapa pulung ka Aki. Hayang betah di dunya, hayang nyaho anu dingaranan karaton.”
“Sukur atuh, sok geura turun,” walon Aki Panumpit bengong, aya lutung bisa ngomong. Singhoréng Lutung Kasarung téa. Déwata minda rupa turun ka dunya.
Lutung Kasarung dibawa ku Aki Panyumpit, dihaturkeun ka karaton. Tapi barang rék dipeuncit, taya pakarang nu teurak. Sang Lutung teu bisa dirogahala. Tungtungna mah, saur Ratu, “Léngsér pasrahkeun baé ka anak kami, sugan butuh keur pibujangeun.”
Nya atuh ku Léngsér dipasrahkeun ka Purbararang. Ari walonna téh bet: “Daék sotéh ngabujangkeun, lamun jalma nu utama. Mun lalaki turunan mantri, ari lutung mah sangeuk teuing!” Deregdeg léngsér ka putra nu kadua, teu ditampa. Ka anu katilu, nya kitu kénéh. Pajarkeun téh, lain teu hayang nampa, ngan sieun ku Si Tétéh.
Léngsér mulang deui ka Purbararang, pokna téh,” Nya sok baé atuh, bisi pajar nampik pasihan rama.”
Lutung kasarung tetep di karaton. Belenyeng lumpat ngintip para mojang nu lalenjang keur ngagembrang ninun.
Keur jarongjong ninun, ari koloprak téh taropong Purbararang moncor ka kolong balé.
“Cing Adi, pangnyokotkeun taropong!”
“Ih, Tétéh, apan boga bujang lutung,” Cék Purbaleuwih.
“Cing lutung pangyokotkeun taropong di kolong balé!”
Deregdeg lutung lumpat. Ulang-ileng, top taropong dicokot. Ari béréwék téh dibébékkeun mani jadi lima, sor disodorkeun!
“Jurig lutung, taropong aing sabogoh-bogoh dibébékkeun! Léngsér! Teu sudi kami mah, anteurkeun Si Lutung ka Si Purbasari di leuweung!”
Jut Léngsér turun, Lutung unggeuk, tuluy nuturkeun. Lutung Kasarung ditampa ku Purbasari.
“Éh Mama Léngsér, geunig Si Tétéh aya kénéh adilna. Kajeun lutung, tamba suwung. Kajeun hideung, tamba keueung nu di leuweung. Kajeun goréng, tamba jempé nu nyorangan. Hatur nuhun béjakeun ka Si Tétéh.”
Tutas haturan, Léngsér mulang ka karaton.
Caturkeun di sisi leuweung. Purbasari ngagolér dina palupuh sabébék, di hateup welit sajalon. Lutung kasarung ngangres ningal kaayaan putri. Rep Sang Putri disirep.
“Utun, urang saré jeung kaula. Kula mah banget ku tunduh!”
“Oaah, Sang Putri, lutung mah tara saré jeung manusa, bisi geuleuheun!”
Reup Putri Purbasari kulem tibra pisan.
“Éh, deudeuh teuing. Putri téh nalangsa pisan. Aing rék nénéda ka Sunan Ambu, neda sapaat para bujangga, niat misalin Sang Putri meungpeung saré,” gerentes Lutung Kasarung, Guruminda mamalihan.
Raksukan digédogkeun, bray baranang siga béntang, kakasépan Guruminda kahiangan. Panejana tinekanan, sajiadna katurutan. Jleg ngajenggléng karatonna, leuwih agréng ti nagara. Purbasari dipangku, diébogkeun dina kasur tujuh tumpang, disimbut sutra banggala, disumpal ku benang emas. Janggélék Gurumiinda jadi lutung deui, tapakur di sisi balé kancana.
Kabeungharan jeung kamulyaan Purbasari di gunung kasampir-sampir ka nagara. Purbararang, nu goréng budi ti leuleutik, nu goréng lampah ti bubudak, beuki tambah sirik, beuki tambah ceuceub. Rupa-rupa akal dikotéktak, sangkan aya alesan keur ngarah pati Purbasari.
Mimitna Purbasari diperih pati, kudu bisa mendet parakan Baranangsiang, leuwi Sipatahunan. Mangka saat sapeuting. Mun teu bukti teukteuk beuheung keur tandonna.
Ku pitulung Lutung Kasarung, dibantu Sunan Ambu jeung para bujangga, ieu tanjakan téh laksana.
Tuluy Purbasari dititah ngala banténg ti leuweung. Ku kasaktén Lutung Kasarung, banténg téh katungtun ku Purbasari ka nagara.
Purbasari dipentés nyieun pakarang tatanén étém bingkeng jeung jarum potong, jeung ditangtang pahadé-hadé ngahuma. Geus tangtu Purbasari dibéré pasir anu pangangar-angarna, ari Purbararang mah di tempat nu hadé. Tapi Purbasari unggul kénéh.
Rupa-rupa ékol Purbararang, antukna Purbasari diajak pangeunah-ngeunah olahan, paloba-loba samping, papanjang-panjang buuk, pageulis-geulis rupa. Tapi rayat jeung jaksa nagara mutus teu weléh Purbasari anu unggul.
Tungtungna Purbararang pinuh ku haté dir jeung ujub, ngajak pakasép-kasép beubeureuh, Sagoréng-goréngna beubeureuh manéhna, da pubuh manusa, kakasih Indrajaya. Sakasép-kasépna beubeureuh Purbasari, lutung.
Purbasari éléh, tenggekna kari saketokkeun diteukteuk.
Cunduk kana waktuna, Lutung Kasarung manggih putri panyileukanana. Putri nu sasorot jeung Sunan Ambu, Purbasari. Lutung Kasarung ngagédogkeun raksukanana, baranyay hurung, janggélék jadi Guruminda deui.
Indrajaya ngamuk, tapi teu bisa majar kumaha, kaungkulan kadigjayaanana.
Purbasari ngadeg ratu di Pasirbatang, jadi praméswari Guruminda. Ari Purbararang jeung sadérékna nu opat deui, dihukum kudu jadi pangangon.
Indrajaya mah dihukum jadi pangarit, dibekelan arit timah. Ngan anu pangais bungsu, Purbaleuwih, anu welasan ti baheula ka Purbasari, ditikahkeun ka Ki Bagus Lembu Halang, ciciptaan tina raksukan Lutung Kasarung jadi papatih di Pasir Batang

Legenda Malin Kundang

Malin Kundang

 

Malin Kundang

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Legenda dari Sumatera Barat
Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
"Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang

Cerita Rakyat Batu Menangis

Batu Menangis


Batu Menangis
Di sebuah bukit yang jauh dari desa, di daerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin dan seorang anak gadisnya.

Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai prilaku yang amat buruk. Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjaannya hanya bersolek setiap hari.

Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya sangat manja. Segala permintaannya harus dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.

Pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu bersolek agar orang di jalan melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian yang sangat dekil. Karena mereka hidup di daerah yang sangat terpencil, tak seorangpun mengehtahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.

Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang anak gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.

Diantara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis gadis itu. “Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu adalah ibumu?”

Namun apa jawaban anak gadis itu?

“Bukan,” katanya dengan angkuh. “ia adalah pembantuku !”

Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekat lagi seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.

“Hai, manis. Apa yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?”

“Bukan, bukan” jawab gadis itu dengan mendongakan kepalanya. “Ia adalah pembantuku !”

Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang di sepanjang jalan yang menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan seperti pembantu atau budaknya.

Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih bias menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawaban yang sama dan amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang malang itu tak dapat menahan diri. Si ibu itu berdo’a.

“Ya, Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, Tuhan hukumlah anak durhaka ini! Hukumlah dia ……”

Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, pelan-pelan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.

“Oh, Ibu. Ibu. Ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu…. Ibu…… ampunilah anakmu ….. ”Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu. Seluruh tubuh gadis itu telah berubah menjadi batu. Sekalipun telah menjadi batu, namun orang dappat melihat kedua matanya masih menitihkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut “Batu Menangis”.

Cerita Rakyat Situ Bagendit

Situ Bagendit

 


Situ Bagendit
Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang janda yang sangat kaya raya, bernama Nyai Bagendit. Ia tinggal di sebuah desa di daerah Jawa Barat. Nyai Bagendit mempunyai harta yang berlimpah ruah. Akan tetapi, ia sangat kikir dan tamak. Ia juga sangat sombong, terutama pada orang miskin. Pekerjaan sehari-harinya adalah menghitung kekayaan. Harta kekayaannya semakinlama semakin menambah dan menggunung sebab tidak dipakai. Jangankan untuk orang lain, untuk dirinya pun merasa sayang jika dipakai.
Suatu saat datanglah seorang pengemis. Keadaan pengemis itu sangat menyedihkan. Tubuhnya kurus dan bajunya compang-camping. Kakek-kakek itu memohon agar ia dikasihani karena selama ini belum mendapat makanan. Mendengar rintihan kakek-kakek itu bagi Nyai Bagendit bukan timbul rasa belas kasihan tetapi malahan ia sendiri yang marah, sehingga kakek-kake itu diusir dihadapannya.
Keesokan harinya kakek-kakek itu datang kembali sambil mengingatkan Nyai Bagendit agar ia mau menolong orang yang membutuhkan tapi hatinya sekeras batu lalu kakek-kakek itu diusir kembali.
Ketiga kalinya, kakek itu datang lagi dan Nyai Bagendit pun mengusirnya lagi. Wajah kakek itu berkaca-kaca dan merasa hatinya sakit. Ditancapkanlah tongkatnya di halaman rumah Nyai Bagendit, lalu kakek itu pergi entah kemana. Keesokan harinya masyarakat disibukkan dengan munculnya sebatang tongkat yang tertancap dijalan desa. Semua orang berusaha mencabut tongkat itu. Namun, tidak ada yang berhasil.
Lalu, kakek-kakek itu muncul kembali dan dengan cepat ia dapat mencabut tongkat itu. Seketika keluarlah pancuran air yang sangat deras. Semakin lama air itu semakin deras. Karena takut kebanjiran, penduduk desa itu mengungsi. Nyai Bagendit yang kikir dan tamak tidak mau meninggalkan rumahnya. Ia sangat sayang pada hartanya.
Akhirnya, ia tenggelam bersama dengan harta bendanya. Lalu berubah menjadi telaga sehingga dinamakan Situ Bagendit yang diambil dari namanya Nyai Bagendit.

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com